MNC Trijaya Mandailing Natal (10/07) (Panyabungan) – Diketahui sudah lebih 26 tahun PT Sorik Mas Mining (PT SMM) di kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut namun belum memberikan dampak bagi masyarakatnya. Perusahaan yang menguasai Kontrak Karya generasi VI atas wilayah tambang 66.200 hektare ini ( dihimpun dari salah satu media) dinilai banyak kalangan tidak serius sehingga pemerintah harus mempertimbangkan dan menyurati yang berwenang mencabut izin yang telah diberikan.
26 tahun bukan waktu yang singkat, beberapa kali kepemilikan dan management mungkin sudah sering berganti namun belum dapat formula yang tepat sehingga bermanfaat bagi warga sekitarnya.
Bercermin dari perusahaan yang bergerak di bidang tambang emas di kabupaten tetangga yakni Tapanuli Selatan (Tapsel) PT Agincourt Resources yang sudah lama beroperasi dividen dan retribusi jadi income untuk daerah ditambah investasi dari investor.
Warga kecamatan Siabu Ringgo Siregar (40) menyesalkan keberadaan raksasa itu namun tidak ada kontribusi untuk Madina.
“Sebaiknya Pemerintah Daerah ( Pemda) Madina melalu Direktur Pertambangan mempertimbangkan lanjutan izin perusahaan PT SMM. Pemda melalu direktur pertambangan merekomendasikan untuk mengevaluasi perizinan ke pusat tepatanya ke kementrian Energi dan Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM), ” Ungkapnya kepada media ini di warung kopi desa Malintang kecamatan Bukit Malintang, Rabu, (10/07/2024).
Dinilainya perusahaan itu gagal di Madina, dengan waktu seperempat abad masih mencari emas namun tak kunjung produksi.
“Tambang rakyat saja di perbanyak, izinnya dibantu pengurusan sehingga cepat bermanfaat untuk rakyat Madina. Berapa banyak pendapatan asli daerah ( PAD) Madina jika segera berjalan, disamping itu para pekerja bisa langsung merasakan dampaknya” lanjutnya.
Disampaikannya sebagai evaluasi dan contoh dari kabupaten tetangga ( Tapsel) pekerja ditampung dari daerah itu meskipun bukan tenaga ahli ( TA).
“Pagi kita lihat para pekerja dari PT. itu berseragam perusahaan berjalan menuju tempat bekerja begitu juga sorenya usai jam kerja, kita bangga melihat mereka ( para pekerja), Perusahaan bisa menampung para pekerja sehingga bisa mengurangi pengangguran ( menambah lapangan kerja)” tambahnya.
Senada dengan K. Lubis (60) warga desa Malintang mengatakan pihaknya juga kesal dengan keberadaan perusahaan itu.
“Sebagai warga Malintang yang juga tempat lokasi kantor PT SMM mengesalkan perusahaan itu tidaklah bermanfaat apabila buat warga sekitar Malintang. Jangankan untuk warga daerah lingkar tambang untuk seputaran kecamatan bukit Malintang juga tak bermanfaat ” timpalnya.
Ditegaskannya, sepengetahuan dia belum ada warga sekitar di wilayah kerja perusahaan (WKP) yang dapat ganti rugi, hanya sebatas ganti rugi lahan untuk jalan di Malintang.
“Saya rasa sudah banyak warga yang membeli lahan yang dinilai sekitar Wilayah Kerja Pertamabangan (WKP) PT SMM yang berharap nantinya dapat ganti rugi namun hingga kini sampai 26 tahun belum ada realisasinya, secara otomatis investasi warga sekitar diam,” imbuhnya.
Menurut dia, sudah saatnya PT SMM angkat kaki dari bumi gordang sambilan ini.
“Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal harus jeli dengan investor asing yang hendak membangun perusahaan yang bermanfaat untuk Madina sehingga bisa meningkatkan ekonomi masyarakatnya. Percuma perusahaan raksasa asal-asalan tumbuh berkembang di Madina tanpa manfaat,” sambungnya.
Dipertanyakannya, sejauh ini PT SMM sudah kategori atau izin apa?. Jika kalau tidak bisa lagi bekerja lebih bagus mundur. (Bakti)